Aug 10, 2025 6:54 a.m.

Oil hit eight-week lows as US–Russia talks stall and tariff tensions rise

Crude oil prices extended their decline for a fifth consecutive session on Wednesday, hitting eight-week lows, as markets weighed the growing risk of intensified US sanctions on Russian energy exports.

Title

Available in

Harga minyak bumi memperpanjang penurunan lima sesi berturut-turut pada hari Rabu, menyentuh level terendah dalam delapan minggu, karena pasar mempertimbangkan risiko meningkat terkait sanksi AS yang lebih keras terhadap ekspor energi Rusia. Kurangnya kemajuan dalam pembicaraan diplomatik meningkatkan kecemasan pasar terhadap potensi sanksi baru terhadap Moskow, produsen minyak terbesar kedua di dunia, sehingga menimbulkan kekhawatiran baru terhadap dinamika pasokan global.

Brent crude turun sebesar $0,75 atau 1,1%, ditutup $66,89 per barel.
WTI turun $0,81 atau 1,2%, menjadi $64,35 per barel.

Kedua acuan harga itu mencatatkan penutupan terendah sejak awal Juni, dengan Brent berada pada titik terlemahnya sejak 10 Juni dan WTI mencatat penutupan terendah sejak 5 Juni.

Meski pejabat AS menyebut adanya "kemajuan besar" dalam pembicaraan diplomatik, Washington secara bersamaan kembali mengancam akan menjatuhkan sanksi sekunder jika Moskow gagal memberikan konsesi (pemotongan harga) berarti untuk mengakhiri perang. Pesan ganda ini menambah volatilitas baru di pasar yang sudah berupaya menghadapi narasi saling bertentangan terkait pasokan dan permintaan global.

Sejak akhir Juni, kontrak future WTI sebagian besar bergerak dalam kisaran sempit $65–$70, dengan para pedagang memantau secara ketat apakah tarif baru dari AS bisa mengurangi konsumsi minyak global. Di sisi lain, tekanan pemerintah AS terhadap India untuk mengurangi impor minyak Rusia memicu spekulasi kemungkinan perubahan pola pembelian negara itu, yang semakin menyulitkan proyeksi permintaan.

Menambah tekanan sentimen bearish, pasar juga harus menghadapi potensi peningkatan pasokan aliansi OPEC+, serta penyesuaian geopolitik yang meluas terus mengganggu sentimen risiko secara global.

 

Written: Farid Muzaffar