Crude extended losses as peace talks and demand fears offset Venezuela risks

Harga minyak memperpanjang penurunan pada hari Senin, mencatat penurunan dua hari berturut-turut seiring kemajuan pembicaraan perdamaian antara Washington dan Kyiv serta melemahnya data ekonomi China yang mengimbangi gangguan pasokan di Venezuela. Sentimen pasar tetap sangat bearish, investor semakin berfokus pada prospek kelebihan pasokan struktural pada 2026 dibanding kendala logistik waktu dekat.

Minyak bumi Brent ditutup turun 56 sen, atau 0,92%, ke level US$60,56 per barel, penutupan terendah sejak Mei. WTI turun 62 sen menjadi US$56,82 per barel, penyelesaian terlemah sejak Februari 2021.

Momentum bearish semakin diperkuat proyeksi analis mengenai pelebaran surplus pasokan, produksi minyak global diperkirakan melampaui pertumbuhan permintaan sekitar tiga kali lipat hingga 2026. Kekhawatiran terhadap permintaan semakin bertambah akibat sinyal ekonomi lemah dari China, di mana pertumbuhan output pabrik melambat ke level terendah dalam 15 bulan pada November, sementara pertumbuhan penjualan ritel juga melambat, menegaskan kelemahan berkelanjutan di negara importir minyak terbesar di dunia.

Perkembangan geopolitik memberikan sinyal beragam. Meski penyitaan sebuah kapal tanker Venezuela oleh AS dan serangan siber berikutnya terhadap perusahaan minyak negara PDVSA menimbulkan gesekan pasokan, pasar sebagian besar mengabaikan risiko ini dengan beralasan pasokan minyak bumi Venezuela melimpah sudah dalam perjalanan menuju China.

Sebaliknya, perhatian beralih ke Berlin, di mana pembicaraan konstruktif antara pejabat AS dan Ukraina meningkatkan kemungkinan gencatan senjata, berpotensi membuka jalan bagi bertahap kembalinya barel minyak Rusia ke pasar global. 

Written by: Aiman Haikal